20 September 2012

Hari ini, apalagi yang kau ributkan pagi-pagi ? ketidak puasan yang datang berkali-kali ? nyeri di hati yang tak kunjung pergi ? atau mendapati bahwa sesungguhnya hidupmu sendiri ?

Saya membuka mata di hari keempat minggu ini mendapati langit keabuan, saya pikir cukup pagi, tapi ini sudah siang. Bagaimana tidak menatap sinis pada langit, yang lagi-lagi memberi harapan palsu dengan kumpulan awan abu-abu yang tak kunjung menumpahkan isinya. Itu abu-abu palsu. Cih.

Memang salah manusia berharap pada langit, semestinya berharap hanya pada Tuhan. Suruh siapa percaya pada hujan, harusnya yakin pada Tuhan. Lantas bagaimana baiknya ? ini bukan soal tau, pahami kemudian praktekkan, ini hanya tentang realistis dan berpikir sederhana.. --aah, mana bisa... mana mungkin, nyatanya hidup semakin rumit ketika kita menjadi dewasa--

Mendung tak berarti hujan, ujar lirik sebuah lagu. Sama halnya dengan tertarik belum tentu terkait. Maka jangan tergoda rayuan fatamorgana. Ah, itu pun nasihat lama... Faktanya manusia senang diiming-imingi, ditawari mimpi, satu dua kali sampa berkali-kali.

Mereka bilang, kuncinya adalah bersyukur. Mengeluh sekali, bersyukurnya lima belas kali, terlebih bila mendapati harapan yang seringnya tak sesuai dengan harapan, bersyukur saja terus, maka Tuhan akan memberi yang (mungkin) bukan harapan tapi kita butuhkan. Bersyukur pada langit yang kerap memberi harapan palsu, bersyukur pada mimpi yang kerap tak terjadi, bersyukur diberi berkah bertemu hari ini.